Tuesday 21 June 2016

Tetap Jujur Walau Harus Kehilangan Harta Benda


Kisah Teladan Shuhaib ibn Sinan

Ketika para sahabat telah selesai berhijrah ke yastrib (Madinah) dan kemudian Allah Swt. Memerintahkan Rasulullah Saw untuk berhijrah, maka bersiap-siap lah rasulullah Saw. Berangkat meninggalkan kota kelahirannya. Menurut rencana beliau, dia akan pergi bersama Abu Bakar Al-Shiddiq dan shuhaib ibn sinan. Akan tetapi, orang-orang Quraisy yang musyrik telah mengatur persiapan di malam hari untuk mencegah perginya rasululullah Saw.
Shuaib ibn Sinan terjebakdalam satu perangkap yang telah disiapkan orang-orang Quraisy hingga dia terhalang untuk hijrah sementara waktu. Sedangkan Rasulullah Saw. beserta Abu Bakar dengan izin dan ridho Allah Swt dapat meloloskan diri dari kepungan orang-orang jahiliyah tersebut.
Sebagaimana allah berfirman dalam Q.S Ya Sin Ayat 9 yang Artinya :
Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
Shuhaib ibn Sinan berusaha menolak tudingan orang-orang Quraisy yang menangkapnya. Saat mereka lengah, dia dengan sigap dan cepat naik ke punggung untanya, lalu di pacunya untanya tesebut sekencang-kencangnya menuju padang pasir yang luas. Orang orang kafir Quraisy mengirim pasukannya untuk menyusul dan menangkap Shuhaib ibn Sinan.
Ketika sudah berhadap-hadapan, mata saling menatap tajam, jiwa sudah mulai bergejolak, keinginan kafir Quraisy untuk menangkap dan membunuh, dan keinginan Shuhaib ibn Sinan ingin menyusul Rasulullah Saw hijrah ke Yastrib (Madinah). Pada saat tegang itu shuhaib ibn sinan bekata, “Hai orang-orang kafir Quraisy! Kalian sudah mengetahui bahwa saya adalah ahli panah yang paling mahir. Demi Allah, kalian tidak akan berhasil mendekatiku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini, dan setelah itu akan saya gunakan pedang untuk menebas kalian, sampai senjata di tangan saya habis semua!Nah, maju lah ke sini kalau kalian berani! Tetapi kalua kalian setuju, saya akan tunjukkan kalian tempat penyimpanan harta saya, asalkan kalian membiarkan saya pergi!
Mendengar tawaran shuhaib ibn Sinan, kaum kafir Quraisy sangat tertarik dan menerima tawaran tersebut. Maklum mereka adalah orang jahiliyah. Pemikirannya selalu tertuju kepada harta benda. Mereka berkata, kami bersedia menerima tawaran mu itu wahai shuhaib ibn Sinan.
Kemudian shuhaib ibn Sinan menunjukkan temapat persembunyian hartanya sehingga mereka membiarkannya pergi menuju yastrib, sedangkan orang-orang kafir Quraisy kembali ke makkah membawa harta shuhaib ibn sinan.
Ada satu hal yang menarik kita ketahui, yaitu orang-orang Quraisy sangat mempercayai Shuhaib ibn Sinan tanpa bimbang dan ragu-ragu serta tidak meminta suatu bukti, bahkan tidak meminta agar dia mengucapkan sumpah. Kenyataan ini menunjukkan tingginya kedudukan Shuhaib ibn Sinan adalah seorang yang jujur dan dapat di percaya. Itulah gambaran pribadi seorang mukmin yang sesungguhnya yang patut kita teladani.
Shuhaib ibn sinan melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya yang telah tertunda beberapa saat, karena kasus penghadangan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy. Dia berjalan seorang diri dengan penuh tawakkal kepada Allah Swt. Luasnya padang pasir sejauh mata memandang dia telusuri dengan mantap, hingga akhirnya dia bertemu dengan kekasihnya, Rasulullah Saw di Quba. Pada saat itu, Rasulullah sedang duduk dikelilingi oleh beberapa orang para sahabat. Kemudian Shuhaib ibn Sinan mendatangi beliau dan mengucapkan salam. Melihat shuhaib ibn Sinan datang, setelah menjawab salam, Rasulullah Saw. berseru dengan gembira, “Beruntung perniagaanmu, Hai Abu Yahya !
Mendengar ungkapan Rasulullah itu tentulah membuat heran Shuhaib ibn Sinan. Betapa tidak? Harta yang selama ini dengan susah payah dikumpulkan dari hasi perdagangan dirampas dan diambil oleh 0rang-orang Quraisy . beliau pergi seorang diri menuju Yastrib dengan membawa Iman dan Islam yang menghunjam di dalam dada.
Berkaitan dengan kisah perjalanan hijrah shuhaib ibn Sinan, Allah Swt. Mengabadikan dalam Firmannya dalam Q.S Al Baqarah Ayat 207 yang artinya :
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.


Shuhaib ibn Sinan telah memberikan contoh dan pelajaran yang sangat berharga kepada kita semua, kepada umat Islam yang hidup saat ini maupun yang akan datang, agar mencintai Allah Swt dan Rasul-nya. Shuhaib ibn Sinan telah membuktikan Iman dan Islam melebihi cintanya kepada harta benda, emas, intan, permata, uang yang dimilikinya dengan bermodalkan kejujuran yang tulus.

Musuh Saja Mengakui Kejujuran Rasulullah SAW, Apalagi Kita Sebagai Ummatnya




Pengakuan Musuh-Musuh Rasulullah SAW Terhadap Kejujuran Beliau

Kesaksian musuh-musuh rasulullah atas kejujuran yang selalu di tanamkan oleh rasulullah mempunyai nilai yang sanagat besar. Hal itu menunjukkan pada puncak kepercayaan masyarakat terhadap pribadi rasulullah Saw. Akan tetapi, sebagian manusia sering dikuasai oleh kebodohan dan keangkuhannya sehingga mereka mengingkari hal tersebut tanpa alasan yang jelas. Nash-nash dibawah ini meyakinkan apa yang disampaikan rasul adalah benar.
Mughirah ibn syubah menuturkan, “Hari pertama aku mengenal rasulullah Saw. Adalah tatkala aku dan abu jahal berjalan di sebuah lorong makkah, dan tiba tiba kami bertemu rasulullah Saw. Selanjutnya, beliau berkata kepada abu jahal, “Wahai abu hakam, marilah beriman kepada allah dan rasulnya. Aku mengajakmu kepada allah .” abu jahal menjawab, Hai Muhammad, tidakkah kamu berhenti mencela tuhan kami ? Tidakkah yang kamu inginkan kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan suatu risalah ? baiklah, kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan. Demi allah, seandainya aku tahu apa yang kamu sampaikan itu benar, tentu aku mengikuti kamu Muhammad. Lantas berlalu, sementara abu jahal menghadap kepadaku, sambil berkata, Demi Allah! Sebenarnya aku tahu apa yang dia katakana adalah benar, tapi ada sesuatu yang mencegahku, yaitu Bani Qushay pernah mengatakan bahwa kami memiliki kekuasaan untuk menjaga ka’bah (Hijabah) (HR. Al Baihaqi).

Muawiyah r.a bercerita. Suatu hari, abu sofyan keluar menuju tanah lapang miliknya mengiringi hindun. Aku ikut keluar berjalan di depan mereka. Saat itu, aku masih seorang anak anak dan aku menunggang keledaiku. Tiba tiba, kami mendengar kehadiran rasulullah Saw. Abu sufyan berkata, turun lah wahai mu’awiyah, supaya Muhammad menaiki kendaraanmu.

Aku pun langsung turun dari keledaiku dan rasulullah Saw. Segera menaikinya. Beliau berjalan di depan kami sebentar, lalu menoleh kepada kami dan bersabda, Wahai Abu Sufyan Ibn Harb dan Hindun Binti ‘Utbah! Demi allah, sungguh kalian pasti mati kemudian pasti dibangkitkan, lalu yang berbuat kebajikan pasti masuk ke dalam surge dan yang berbuat kemunkaran pasti masuk kedalam neraka. Aku berkata kepada kalian dengan benar, dan kalian sungguh orang pertama yang aku beri peringatan kemudian rasulullah Saw. Membaca surah Fushshillat (41): 1-11.
Abu sufyan lantas bertanya kepada beliau, “Apakah engkau sudah selesai, wahai Muhammad ?” beliau menjawab, Ya, Rasulullah turun dari keledai dan lantas aku menaikinya. Lalu hindun menghadap abu sufyan seraya berkata, “Apakah untuk tukang sihir ini kau turunkan anakku ?
Tidak! Demi allah, dia bukan tukang sihir dan bukan pembohong, jawab abu sufyan (HR Al Thabrani).

Inilah kesaksian musuh musuh rasulullah Saw. Diantara mereka ada yang masuk islam setelah mengadakan permusuhan sengit seperti abu sufyan dan ada yang mati dalam keadaan kafir. Dalam permusuhan paling sengit pun semua orang meyakini bahwa Rasulullah Saw. Adalah orang yang sangat jujur. Ini menjadi cerminan bagi kita, kita sebagai seorang insan kamil, generasi muda islam harus meneladani sifat jujur yang ada pada rasulullah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta katakan tidak pada KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Demikian artikel ini saya tulis, semoga bermanfaat buat pembaca..terimakasih.!

Meneladani Kisah Ibrahim Ibn Adham Seorang Sufi Yang Jujur


Ibrahim Ibn Adham Adalah Sufi Yang Jujur

Ibrahim ibn Adham pernah menjadi penjaga kebun milik orang kaya. Dia menjaga kebun tersebut dengan terus memperbanyak shalat. Suatu hari, pemilik kebun meminta di petikkan buah delima. Ibrahim mengambil dan memberikannya kepada pemiliknya. Akan tetapi, pemilik kebun malah memarahinya. Dia tersinggung karena diberikan buah delima yang asam rasanya.
“Apakah kau tak bisa membedakan buah delima yang manis dan yang asam ?” Teriak si pemilik kebun.
“Saya belum pernah merasakannya tuan!” Jawab Ibrahim ibn adham.
Mendengar pengakuan Ibrahim ibn adham seperti itu, si pemilik kebun tidak percaya. Bahkan si pemilik kebun menuduh Ibrahim ibn Adham berdusta. Ibrahim ibn adham lantas shalat di kebun itu. Pemilik kebun menuduhnya telah berbuat riya dengan shalatnya.
            “Aku belum pernah orang yang lebih riya disbanding engkau!” Tutur si pemilik kebun.
            “Betul tuanku!” jawab Ibrahim ibn adham, “ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi.”
Di hari lain, sang majikan kembali meminta buah delima. Kali ini Ibrahim member yang terbaik menurut pengetahuannya. Tetapi lagi-lagi pemilik kebun kecewa karena buah yang di terima asam rasanya. Dia pun memecat Ibrahim ibn adham, sufi besar itu pun pergi. Di perjalanan, dia menjumpai seorang pria yang sekarat karena kelaparan, Ibrahim pun memberinya buah delima yang tadi di tolak majikannya.
            Ibrahim ibn adham lantas berjumpa lagi dengan pemilik kebun yang berniat membayar upahnya. Ibrahim ibn adham berkata agar dipotong dengan buah delima yang dia berikan kepada orang sekarat yang dia jumpai tadi.
            “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” Tanya pemilik kebun
            “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu tuan!”jawab Ibrahim ibn adham
Setelah upahnya dibayar, Ibrahim ibn adham pun lantas pergi.
            Pemilik kebun, setahun kemudian mendapat tukang kebun baru. Dia kembali meminta buah delima. Tukang kebun baru itu memberikan buah yang paling harum dan manis. Pemilik kebun itu bercerita bahwa dia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi buah delima milik saya, dan dia memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang yang kelaparan itu.
            “Dia juga selalu shalat. Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.
            “Demi Allah, wahai majikanku,” sahut si tukang kebun yang baru, akulah orang yang kelaparan itu, dan ketahuilah bahwa tukang kebun yang engkau ceritakan itu dahulunya adalah seorang raja yang lantas meninggalkan singgasananya karena zuhud.”
            Mendengar perkataan dari situkang kebun barunya itu, si pemilik kebun pun merasa bersalah dan menyesal karena dirinya telah mengusir Ibrahim ibn adham yang tak lain adalah seorang raja. Pemilik kebun itu lantas mengambil debu dan menaburkannyadi atas kepalanya sendiri seraya menyesali perbuatannya itu.
            “Celakalah aku karena telah menyia-nyiakan kekayaan yang tak pernah aku temui.”
Sifat jujur Ibrahim ibn adham memang ibarat kekayaan yang sulit dapat kita temukan dalam diri seseorang.
            Sebagai kesimpulan, marilah sama sama kita bercermin pada kisah Ibrahim ibn adham seorang sufi yang jujur yang tidak pernah memakan delima tuannya karena takutnya akan korupsi (mencuri) sebelum diizinkan oleh pemiliknya bahkan ia di tuduh oleh pemilik kebunnya karena kejujurannya yang di anggap omong kosong oleh pemilik kebunnya dan bahkan dia rela meninggalkan singgasananya karena ia ingin zuhud. Maka dari itu kita generasi penerus bangsa calon pemimpin islam maupun dunia harus menanamkan yang namanya sifat jujur  dalam diri.
  

Pemimpin Harus Tau Hak Rakyatnya



Pemimpin Yang Jujur Tahu Hak Rakyatnya

     Ketika khalifah al Manshur ibn Abi Amir al Hajib berkuasa di Andalusia (Spanyol), beliau bermaksud membangun sebuah jembatan raksasa untuk menghubungkan dua kota yang di belah oleh sungai. Proyek ini tentu saja akan menelan biaya besar. Anggaran yang di ajukan kepada khalifah mencapai 140.000 Dinar emas. Bagi khalifah, biaya tidak jadi masalah, yang terpenting jembatan itu bisa segera di bangun karena sangat bermanfaat bagi kelancaran tarnsportasi dan hubungan ekonomi.
     Khalifah telah menyetujui proyek pembangunan jembatan dengan segala biayanya. Namun, pembangunan itu tidak segera dilaksanakan karena mengalami hambatan. Ada sepetak tanah milik seorang orang tua lagi miskin di seberang sungai yang harus di lelang terlebih dahulu. Sekalipun tanah itu sempit, tapi sangat menentukan, karena pada tanah itulah fondasi jembatan akan di bangun.
Laporan pelaksanaan proyek ditanggapi oleh khalifah, lalu di perintahkan kepada bawahannya agar menawar ganti rugi tanah tersebut. Pemilik tanah menawarkan sepuluh dinar emas, dan langsung di setujui. Transaksi pun dilaksanakan.
      Pemilik tanah sangat bergembira, merasa tanahnya laku mahal. “Seandainya tanah itu ditawar lima dinar saja, akan aku lepas tanah itu,” katanya dalam hati.
“Uang ini akan kubelikan tanah baru, dan sisanya akan aku tabung.”
Di lain pihak utusan khalifah merasa bangga bisa menyelesaikan kendala yang dihadapi saat ini. Mereka berpikir akan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Akan tetapi, ketika mereka melapor kepada Al-Manshur, bukan di sambut dengan wajah ceria. Wajah khalifah kelihatan berubah, seraya bertitah, “Jemput orang tua itu, dan hadapkan kepadaku sekarang juga !”
Perintah pun langsung dilaksanakan. Orang tua pemilik tanah itu dengan wajah pucat lesu dihadapkan kepada khalifah di istana. Berbagai pikiran memenuhi benak hatinya, tetapi al Manshur menyambutnya dengan wajah manis dan penuh senyum.
“Wahai bapak tua, betulkah engkau rela menjual tanah dengan harga sepuluh dirham?
“Benar, aku telah ikhlas menjualnya, tuanku,” jawab pemilik tanah
“Bapak tua tanah itu diperlukan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, aku sampaikan terima kasih atas kesediaanmu menjual tanah tersebut dengan harga yang begitu murah. Engkau telah berpartisipasi dalam pembangunan , oleh karena itu aku bayarkan harga tanah itu dengan seratus dinar emas. Semoga Allah SWTmemberkati hidupmu,”kata Khalifah.
Pemilik tanah sangat terperanjat mendengar kata khalifah, hingga tubuhnya terasa lunglai. Dia sangat bersyukur kepada Allah, karena tidak pernah membayangkan akan mendapat penghargaan dari pemerintah sebesar itu.
        Kisah tersebut mencerminkan sikap seorang pemimpin yang jujur dan teguh dalam pendirian. Meski orang itu sudah sangat puas dengan harga yang diminta, namun karena harga pasar lebih tinggi daripada yang diminta tersebut, khalifah memutuskan untuk tetap membayar dengan harga yang layak (harga pasar). Sebetulnya sudah tidak ada masalah karena orang itu sudah rela dengan harga yang ia tawarkan sendiri dan tak perlu dibayar lagi. Namun, karena sangat bersyukur dan bangganya khalifah al Manshur terhadap orang yang ikhlas itu, beliau malahan menambah lagi jumlah ganti rugi kepada si pemilik tanah.
       Ditengah pembangunan yang penuh dengan proyek besar di zaman ini, maka sepantasnya lah kita meniru dan meneladani kepemimpinan khalifah al Manshur, penguasa yang jujur dan adil dalam melihat suatu persoalan sebelum melakukan pembangunan. Bukan melakukan aksi penggusuran yang tidak adil yang tidak peduli hak rakyatnya. Tapi seorang pemimpin atau generasi muda kedepannya lah yang akan peduli dan konsisten terhadap hak rakyatnya.




Pantaskah Pejabat Berhutang Pada Negara? Mari Kita Teladani Kisah Berikut Ini...





Mari kita belajar dari kisah teladan para sahabat Rasulullah SAW :

Pejabat Yang Tidak Berani Berhutang Pada Negara

Ibn Umar adalah putra khalifah kedua, Umar ibn Khattab r.a. suatu ketika, kala berusia belia, sepulang belajar ibn Umar menangis dan mengadu kepada ayahnya. Umar pun bertanya,”mengapa engkau menangis wahai anakku ?”
Ibn Umar menjawab, “Teman-temanku telah memerhatikan bajuku, bahkan mereka mengatakan, “Lihatlah baju putra khalifah Umar, berapakah tambalannya ?”

Baju khalifah Umar sendiri memiliki 14 tambalan, dan ada yang berkulit kayu. Mendengar penuturan anaknya itu, Umar langsung berangkat menemui bendahara Kas Negara (Baitul Mal).
Beliau berkata, “Pinjamilah aku uang sejumlah 4 dirham dari kas Negara, dan aku akan bayar awal bulan depan. Apa bila gaji bulananku telah tiba, jangan kauserahkan padaku, ambil saja untuk membayar pinjaman ini.”
Lewat selembar surat, bendahara kasnegara itu menulis, “Hai khalifah Umar! Yakinkah kau akan hidup sebulan lagi sehingga aku tidak ragu untuk meminjamkan uang sebanyak itu kepadamu ? dan apa tindakanmu terhadap Kas Negara, jika kau meninggal dunia sebelum melunasi pinjamanmu itu ?
Selesai membaca surat dari bendahara kas Negara itu, khalifah Umar pun menangis dan berkata kepada anaknya (ibn Umar), wahai anakku! Berangkatlah belajar sebagaimana biasanya. Sungguh, aku tidak sanggup meyakinkan dengan pasti atas pertambahan usiaku, meskipun hanya sesaat.
Dari kisah diatas dapat menjadi cerminan bagi kita generasi penerus islam, bangsa dan Negara agar jangan suka berhutang hutang kepada Negara. Seperti Umar bin khattab seoarang khalifah islam orang No-1 pada masanya enggan dan malahan menangis ketika ia ingin berhutang kepada Negara karena ia berpendapat usia kita tidak ada yang tahu, hanya Allah lah yang tahu bahkan seketika saja Allah bisa mengambil nyawa kita.

Maka dari itu saya sebagai penulis mengajak para pembaca, generasi muda islam agar meneladani kisah jujur orang islam dan anti pada KKN.

Meneladani Kisah Seorang Pedagang Yang Jujur


    Suatu hari, seorang saudagar perhiasan pada zaman yunus ibn ubaid, menyuruh saudaranya menjaga tokonya karena di akan shalat. Ketika itu, datanglah seorang arab badui yang hendak membeli perhiasan di toko itu. Maka terjadilah transaksi jual beli antara badui dan penjaga kedai yang di amanahkan tuannya tadi.
    Satu barang perhiasan permata yang hendak di beli harga nya 400 Dirham. Saudara yunus menunjukkan suatu barang yang sebenarnya berharga 200 Dirham. Barang tersebut langsung di beli oleh badui tanpa diminta mengurangkan harganya. Di tengah jalan, dia berjumpa dengan yunus ibn ubaid. Lalu yunus ibn ubaid bertanya kepada si badui yang membawa perhiasan yang di beli di tokonya tadi. Dia mengenali barang tersebut adalh dari tokonya. Saudagar yunus bertanya kepada badui itu, “Berapakah harga barang itu kamu beli ?” Badui menjawab, 400 Dirham.”
    “Tetapi sebenarnya harga perhiasan itu hanya 200 Dirham. Mari kita ke toko saya, supaya saya mengembalikan uang kelebihannya kepada saudara.” Kata saudagar yunus lagi.
Biarlah, tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang 400 Dirham itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah adalah 500 Dirham.”
Tetapi saudagar yunus itu tidak mau melepaskan badui itu pergi. Di desaknya juga agar badui tersebut balik ke tokonya. Setelah badui itu pergi, berkatalah saudagar yunus kepada saudaranya, “ Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan harga dua kali lipat ?”
   “Tetapi dia sendiri yang mau membelinya dengan harga 400 Dirham,” saudaranya mencoba mempertahankan bahwa dia di pihak yang benar.
     Kata saudagar yunus lagi, “Ya, tetapi di pundak kita memikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan diri kita sendiri. Artinya walaupun si badui tersebut membelinya dan tidak meminta kurang pada barang tersebut dan pada kenyataannya harga barang tersebut tidak sampai segitu, kita sesama saudara harus saling jujur dan memperlakukannya dengan baik.

Dari kisah  ini dapat kita jadikan teladan bagi para pedagang-pedagang, pengusaha kita yang beriman. Kisah ini menunjukkan kisah pribadi yang seorang pedagang yang jujur dan amanah dalam mencari rezeki yang halal. Semua kegiatan perdagangan berjalan dengan baik dan aman bila tidak ada unsur penipuan dalam perniagaan.

Dalam hal ini Rasulullah Saw. Bersabda, “ sesungguhnya Allah itu penetap harga, yang menahan, 
yang melepas, dan member rizki. Sesungguhnya aku harap bertemu Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntut aku lantaran menzalimi (menipu) jiwa atau harga.