Tuesday 21 June 2016

Meneladani Kisah Ibrahim Ibn Adham Seorang Sufi Yang Jujur


Ibrahim Ibn Adham Adalah Sufi Yang Jujur

Ibrahim ibn Adham pernah menjadi penjaga kebun milik orang kaya. Dia menjaga kebun tersebut dengan terus memperbanyak shalat. Suatu hari, pemilik kebun meminta di petikkan buah delima. Ibrahim mengambil dan memberikannya kepada pemiliknya. Akan tetapi, pemilik kebun malah memarahinya. Dia tersinggung karena diberikan buah delima yang asam rasanya.
“Apakah kau tak bisa membedakan buah delima yang manis dan yang asam ?” Teriak si pemilik kebun.
“Saya belum pernah merasakannya tuan!” Jawab Ibrahim ibn adham.
Mendengar pengakuan Ibrahim ibn adham seperti itu, si pemilik kebun tidak percaya. Bahkan si pemilik kebun menuduh Ibrahim ibn Adham berdusta. Ibrahim ibn adham lantas shalat di kebun itu. Pemilik kebun menuduhnya telah berbuat riya dengan shalatnya.
            “Aku belum pernah orang yang lebih riya disbanding engkau!” Tutur si pemilik kebun.
            “Betul tuanku!” jawab Ibrahim ibn adham, “ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi.”
Di hari lain, sang majikan kembali meminta buah delima. Kali ini Ibrahim member yang terbaik menurut pengetahuannya. Tetapi lagi-lagi pemilik kebun kecewa karena buah yang di terima asam rasanya. Dia pun memecat Ibrahim ibn adham, sufi besar itu pun pergi. Di perjalanan, dia menjumpai seorang pria yang sekarat karena kelaparan, Ibrahim pun memberinya buah delima yang tadi di tolak majikannya.
            Ibrahim ibn adham lantas berjumpa lagi dengan pemilik kebun yang berniat membayar upahnya. Ibrahim ibn adham berkata agar dipotong dengan buah delima yang dia berikan kepada orang sekarat yang dia jumpai tadi.
            “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” Tanya pemilik kebun
            “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu tuan!”jawab Ibrahim ibn adham
Setelah upahnya dibayar, Ibrahim ibn adham pun lantas pergi.
            Pemilik kebun, setahun kemudian mendapat tukang kebun baru. Dia kembali meminta buah delima. Tukang kebun baru itu memberikan buah yang paling harum dan manis. Pemilik kebun itu bercerita bahwa dia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi buah delima milik saya, dan dia memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang yang kelaparan itu.
            “Dia juga selalu shalat. Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.
            “Demi Allah, wahai majikanku,” sahut si tukang kebun yang baru, akulah orang yang kelaparan itu, dan ketahuilah bahwa tukang kebun yang engkau ceritakan itu dahulunya adalah seorang raja yang lantas meninggalkan singgasananya karena zuhud.”
            Mendengar perkataan dari situkang kebun barunya itu, si pemilik kebun pun merasa bersalah dan menyesal karena dirinya telah mengusir Ibrahim ibn adham yang tak lain adalah seorang raja. Pemilik kebun itu lantas mengambil debu dan menaburkannyadi atas kepalanya sendiri seraya menyesali perbuatannya itu.
            “Celakalah aku karena telah menyia-nyiakan kekayaan yang tak pernah aku temui.”
Sifat jujur Ibrahim ibn adham memang ibarat kekayaan yang sulit dapat kita temukan dalam diri seseorang.
            Sebagai kesimpulan, marilah sama sama kita bercermin pada kisah Ibrahim ibn adham seorang sufi yang jujur yang tidak pernah memakan delima tuannya karena takutnya akan korupsi (mencuri) sebelum diizinkan oleh pemiliknya bahkan ia di tuduh oleh pemilik kebunnya karena kejujurannya yang di anggap omong kosong oleh pemilik kebunnya dan bahkan dia rela meninggalkan singgasananya karena ia ingin zuhud. Maka dari itu kita generasi penerus bangsa calon pemimpin islam maupun dunia harus menanamkan yang namanya sifat jujur  dalam diri.
  

0 comments:

Post a Comment