Tuesday 21 June 2016

Pemimpin Harus Tau Hak Rakyatnya



Pemimpin Yang Jujur Tahu Hak Rakyatnya

     Ketika khalifah al Manshur ibn Abi Amir al Hajib berkuasa di Andalusia (Spanyol), beliau bermaksud membangun sebuah jembatan raksasa untuk menghubungkan dua kota yang di belah oleh sungai. Proyek ini tentu saja akan menelan biaya besar. Anggaran yang di ajukan kepada khalifah mencapai 140.000 Dinar emas. Bagi khalifah, biaya tidak jadi masalah, yang terpenting jembatan itu bisa segera di bangun karena sangat bermanfaat bagi kelancaran tarnsportasi dan hubungan ekonomi.
     Khalifah telah menyetujui proyek pembangunan jembatan dengan segala biayanya. Namun, pembangunan itu tidak segera dilaksanakan karena mengalami hambatan. Ada sepetak tanah milik seorang orang tua lagi miskin di seberang sungai yang harus di lelang terlebih dahulu. Sekalipun tanah itu sempit, tapi sangat menentukan, karena pada tanah itulah fondasi jembatan akan di bangun.
Laporan pelaksanaan proyek ditanggapi oleh khalifah, lalu di perintahkan kepada bawahannya agar menawar ganti rugi tanah tersebut. Pemilik tanah menawarkan sepuluh dinar emas, dan langsung di setujui. Transaksi pun dilaksanakan.
      Pemilik tanah sangat bergembira, merasa tanahnya laku mahal. “Seandainya tanah itu ditawar lima dinar saja, akan aku lepas tanah itu,” katanya dalam hati.
“Uang ini akan kubelikan tanah baru, dan sisanya akan aku tabung.”
Di lain pihak utusan khalifah merasa bangga bisa menyelesaikan kendala yang dihadapi saat ini. Mereka berpikir akan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Akan tetapi, ketika mereka melapor kepada Al-Manshur, bukan di sambut dengan wajah ceria. Wajah khalifah kelihatan berubah, seraya bertitah, “Jemput orang tua itu, dan hadapkan kepadaku sekarang juga !”
Perintah pun langsung dilaksanakan. Orang tua pemilik tanah itu dengan wajah pucat lesu dihadapkan kepada khalifah di istana. Berbagai pikiran memenuhi benak hatinya, tetapi al Manshur menyambutnya dengan wajah manis dan penuh senyum.
“Wahai bapak tua, betulkah engkau rela menjual tanah dengan harga sepuluh dirham?
“Benar, aku telah ikhlas menjualnya, tuanku,” jawab pemilik tanah
“Bapak tua tanah itu diperlukan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, aku sampaikan terima kasih atas kesediaanmu menjual tanah tersebut dengan harga yang begitu murah. Engkau telah berpartisipasi dalam pembangunan , oleh karena itu aku bayarkan harga tanah itu dengan seratus dinar emas. Semoga Allah SWTmemberkati hidupmu,”kata Khalifah.
Pemilik tanah sangat terperanjat mendengar kata khalifah, hingga tubuhnya terasa lunglai. Dia sangat bersyukur kepada Allah, karena tidak pernah membayangkan akan mendapat penghargaan dari pemerintah sebesar itu.
        Kisah tersebut mencerminkan sikap seorang pemimpin yang jujur dan teguh dalam pendirian. Meski orang itu sudah sangat puas dengan harga yang diminta, namun karena harga pasar lebih tinggi daripada yang diminta tersebut, khalifah memutuskan untuk tetap membayar dengan harga yang layak (harga pasar). Sebetulnya sudah tidak ada masalah karena orang itu sudah rela dengan harga yang ia tawarkan sendiri dan tak perlu dibayar lagi. Namun, karena sangat bersyukur dan bangganya khalifah al Manshur terhadap orang yang ikhlas itu, beliau malahan menambah lagi jumlah ganti rugi kepada si pemilik tanah.
       Ditengah pembangunan yang penuh dengan proyek besar di zaman ini, maka sepantasnya lah kita meniru dan meneladani kepemimpinan khalifah al Manshur, penguasa yang jujur dan adil dalam melihat suatu persoalan sebelum melakukan pembangunan. Bukan melakukan aksi penggusuran yang tidak adil yang tidak peduli hak rakyatnya. Tapi seorang pemimpin atau generasi muda kedepannya lah yang akan peduli dan konsisten terhadap hak rakyatnya.




0 comments:

Post a Comment